SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
DAN PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI DUNIA KERJA
SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Saat
ini, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu program wajib bagi
setiap perusahaan. Tuntutan pelaksanaan K3, bukan hanya pada tingkatan
pemerintahan atau peraturan pemerintah. Melainkan, setiap perusahaan pun
diwajibkan untuk dapat Mengimplementasikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
dalam usaha dan bisnisnya.
Sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan No. 1 tahun 1970 mengenai keselamatan
kerja, dituliskan setiap aktivitas pekerjaan yang memiliki potensi bahaya dan
risiko harus dan wajib untuk Mengimplementasikan program-program K3 di
dalamnya.
Patut
kita sadari, keselamatan dan kesehatan merupakan hak asasi manusia yang
mendasar yang harus terpenuhi. Namun, pada pelaksanaannya banyak sekali
penyimpangan yang terjadi. Entah dari perusahaannya yang terlalu mengejar
target produksi tanpa menghiraukan keselamatan pekerjanya, dan juga para
pekerjanya yang belum paham arti penting keselamatan bagi dirinya sendiri.
Kesehatan
dan Keselamatan kerja bagi perusahaan merupakan suatu program yang utama. Ini
merupakan syarat mutlak bagi perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya.
Tidak jarang perusahaan, menjadikan program K3 sebagai momok dalam menjalankan
usahanya. K3 dianggap sebagai penghambat proses produksi. K3 dianggap sebagai
program penuh dengan cost atau biaya
(Jamaludin, 2012).
Kebanyakan
dari perusahaan yang berpikiran seperti itu, tidak memahami K3 yang sebenarnya
itu sangat mudah diimplementasikan. K3 itu tidak memakan cost atau biaya. K3 itu sebagai bentuk perlindungan bagi karyawan
dalam menjalankan pekerjaan sehingga karyawan akan tenang dalam bekerja, dan
mampu meningkatkan produktivitas.
Pada umumnya, dalam Sistem
Manajemen K3 terdapat beberapa elemen penting. Yakni Komitmen pimpinan,
Kebijakan K3, Perencanaan, Implementasi dan Operasi, Pemeriksanaan dan Tindakan
Perbaikan, Audit, dan Tinjauan Manajemen pimpinan perusahaan. Hal tersebut
merupakan siklus sebuah sistem manajemen K3 yang ideal dalam perusahaan. Namun,
sistem tersebut dilihat sebagai sebuah momok, karena ketidaktahuan atau effort
yang besar dalam membentuk sebuah sistem Manajemen K3 di perusahaan (Jamaludin,
2012).
Secara
normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung
jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
DASAR HUKUM PENERAPAN SMK3
Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal
27 ayat (2); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor
55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); Undang-Undang RI
No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per.
05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Undang-Undang
tentang Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003.
TUJUAN SMK3
Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3 adalah terciptanya
sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah
dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif. Tujuan SMK3 dapat digolongkan
sebagai alat ukur kinerja K3 dalam
organisasi, pedoman implementasi K3 dalam organisasi, dasar penghargaan (awards)
dan sertifikasi (Jurnal K3, 2011).
MANFAAT
PENERAPAN SMK3
Manfaat langsung
penerapan SMK3 yaitu mengurangi jam
kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja, menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan
kerja dan menciptakan
tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam
bekerja.
Manfaat tidak
langsung
penerapan SMK3 yaitu meningkatkan image market terhadap perusahaan, menciptakan
hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan dan perawatan
terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin
lama.
PERENCANAAN
SMK3
Perencanaan K3 yang baik, dimulai dengan melakukan
identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendaliannya. Dalam
melakukan hal tersebut, harus diperimbangkan berbagai persyaratan perundangan
K3 yang berlaku bagi organisasi serta persyartan lainnya seperti standar, kode,
atau pedoman industri yang terkait atau berlaku bagi organisasi. Dari hasil
perencanaan tersebut, ditetapkan objektif K3 yang akan dicapai serta program
kerja untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan tersebut.
Penyuluhan K3 ke semua karyawan, pelatihan K3 yang
disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi
perusahaan. Fungsinya memproses individu dengan perilaku tertentu agar
berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir
dari pelatihan.
Dalam merencanakan SMK3 tentunya harus melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang
berlaku diantaranya: pemeriksaan
kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus), penyediaan alat pelindung diri dan
keselamatan kerja, penyiapan
pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat, penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai
kondisi kesehatan, pengobatan
pekerja yang menderita sakit, menciptakan
lingkungan kerja yang hygienis secara teratur, melalui monitoring lingkungan
kerja dari hazard yang ada, melaksanakan
biological monitoring (pemantauan biologi), melaksanakan surveilas kesehatan pekerja
(Jurnal K3, 2011).
PENERAPAN SMK3 DI DUNIA KERJA
Dalam pasal 87 (1): UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa: setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem
Manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya
ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen K3 diatur dalam Permenaker RI. No.Per.05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen K3. Pada pasal 3 (1 dan 2) dinyatakan bahwa setiap
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan
atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledekan,
kebakaran, pencemaran lingkungan dan Penyakit Akibat Kerja wajib menerapkan
Sistem Manajemen K3.
Dengan demikian kewajiban penerapan Sistem Manajemen K3
didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan potensi bahaya
yang ditimbulkan. Meskipun perusahaan hanya mempekerjakan tenaga kerja kurang
dari 100 orang tetapi apabila tingkat resiko bahayanya besar juga berkewajiban
menerapkan Sistem Manajemen K3 di perusahaannya. Berdasarkan hal tersebut maka,
penerapan Sistem Manajemen K3 bukanlah suka rela (voluntary), tetapi keharusan yang dimandatkan oleh peraturan perundangan
(mandatory)
Selanjutnya untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti
yang tertuang dalam pasal 4 Permennaker RI. No. Per. 05/MEN/1996 beserta
pedoman penerapan pada lampiran 1 maka organisasi perusahaan diwajibkan untuk
melaksanakan 5 ketentuan pokok yaitu: (1) Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem
Manajemen K3, (2) Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran
penerapan sistem manajemen K3, (3) Menerapakan kebijakan K3 secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3, (4) Mengukur, memantau dan
mengevaluasi kinerja K3 dengan melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, (5)
Meninjau ulang secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3
secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
Inti
dari pelaksanaan program K3 adalah komitmen. Baik dari perusahaan maupun
komitmen dari individu atau masing-masing pekerja di dalamnya. Bentuk nyata
sebuah komitmen dari perusahaan adalah para pimpinan perusahaan turun langsung
dalam pelaksanaan program K3. Dengan demikian, pimpinan perusahaan akan
memberikan motivasi atau dorongan bagi para bawahannya dalam menjalankan
programnya. Ini memang tidak mudah. Diperlukan usaha serta komitmen yang kuat
dari pimpinan. Biasanya, para pimpinan hanya berpikir pendek. Produksi tetap
berjalan, dan K3 pun harus jalan. Jadi, terkesan memaksakan namun tidak ada
tindakan nyata. Pada akhirnya, program K3 hanya sebagai formalitas dalam
perusahaan (Jamaludin, 2012).
Langkah
selanjutnya, dari sebuah komitmen tersebut diturunkan menjadi sebuah kebijakan
dari pimpinan perusahaan. Kebijakan dalam hal ini, pimpinan perusahaan
menyelaraskan dengan tujuan serta visi dan misi perusahaan. Jika perusahaan
menganggap karyawan sebagai aset penting dalam usaha bisnisnya. Maka,
keselamatan dan kesehatan kerja karyawan tentunya akan dijadikan sebagai tujuan
utama sebuah perusahaan.
Sebuah
kebijakan ini, dibuatkan dalam bentuk tertulis serta dapat terukur. Kemudian,
disosialisasikan kepada seluruh karyawannya. Setelah itu, dilakukan pengawasan
dalam menjalankan kebijakan tersebut. Disinilah peranan atasan masing-masing
bagian, bukan hanya mengawasi besarnya produksi. Namun, mengawasi proses pelaksanaannya
jangan sampai ada hambatan yang muncul karena kelalaian yang mengancam
kesehatan dan keselamatan karyawan (Jamaludin, 2012).
TEKNIK PENGELOLAAN
KESELAMATAN KERJA
Dalam usaha mengelola keselamatan kerja, setiap organisasi mempunyai cara dan style yang
berlainan. Beberapa teknik yang dipakai antara lain: (1) Peraturan-peraturan keselamatan kerja untuk menjaga dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan
kerja, Manager dapat mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat dan
lindungi dengan sanksi-sanksi jabatan. (2) Safety
committee adalah suatu
lembaga teknis yang membantu pimpinan perusahaan atau manajer khusus menyangkut
persoalan keselamatan kerja. Badan ini sebaiknya tidak mengambil alih tanggung
jawab persoalan keselamatan kerja dalam perusahaan.
(3) Safety
audit adalah aktifitas pemeriksaan (inspeksi) yang dilakukan seseorang atau
beberapa orang yang telah ditentukan secara periodik, khusus memperhatikan
praktek-praktek dan kondisi yang ditemui diseluruh areal perusahaan.
Untuk menjamin efektifitasnya audit ini harus dilakukan
secara recorded (check list, audit list, dan sebagainya) tidak boleh secara lisan.
(4) Job Safety Analyses adalah
analisa detail atas semua elemen kerja setiap karyawan dengan menonjolkan
resiko-resiko yang mungkin terjadi dalam pekerjaan sehari-hari karyawan yang
bersangkutan. JSA dibuat oleh supervisor bersama-sama dengan karyawan yang bersangkutan.
Sebelum memulai pekerjaan setiap karyawan harus mempelajari dan menghayati JSA
yang dipersiapkan untuknya. (5) Safety Training Observation
Program adalah suatu
teknik mendidik dan membiasakan setiap karyawan untuk mengidentifikasi unsafe act dan unsafe condition yang ditemuainya. (6) Good
Housekeeping adalah syarat
penting untuk setiap safety program.
Kebersihan dan keteraturan tempat kerja adalah faktor-faktor yang memberi
impresi sekilas mengenai karakter suatu lingkungan kerja.
(7) Award program dilaksanakan
sebagai motivasi dan recognition atas
usaha bersama yang telah berhasil memelihara tingkat keselamatan kerja yang
tinggi.
EVALUASI SMK3
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di perusahaan
adalah salah satu fungsi manajemen K3 dalam perusahaan yang berupa suatu
langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses
kegiatan K3 di perusahaan itu berjalan, mempertanyakan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan. Agar penerapan SMK3 di dalam perusahaan benar-benar komprehensif,
evaluasi penerapan SMK3 (Occupational Health and Safety Management Systems) atau yang disingkat OHSMS di dalam
organisasi dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) SMK3 Virtual (Virtual OHSMS), artinya organisasi telah
memiliki elemen SMK3 dan melakukan langkah pencegahan yang baik, namun tidak
memiliki sistem yang mencerminkan bagaimana langkah pengamanan dan pengendalian
risiko dijalankan. (2) SMK3 salah arah (Misguide
OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen sistem manajemen K3 yang baik,
tetapi salah arah dalam mengembangkan langkah pencegahan dan pengamanannya.
Akibat, isu atau potensi bahaya yang bersifat kritis bagi organisasi
terlewatkan. (3) SMK3 Acak (Random
OHSMS) artinya organisasi yang telah menjalankan program pengendalian dan
pencegahan risiko yang tepat sesuai dengan realita yang ada dalam organisasi,
namun tidak memiliki elemen-elemen manajemen K3 yang diperlukan untuk
memastikan bahwa proses pencegahan dan pengendalian tersebut berjalan dengan
baik. Elemen K3 yang digunakan bersifat acak dan tidak memiliki keterkaitan
satu dengan yang lainnya. (4) SMK3 Komprehensif (Comprehensive OHSMS) adalah
organisasi yang menerapkan dan mengikuti proses kesisteman yang baik.
Elemen SMK3 dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi
risiko, dilanjutkan dengan menetapkan langkah pencegahan dan pengamanan, serta
melalui proses manajemen untuk menjamin penerapannya secara baik.
Untuk mencapai penerapan SMK3 kelas dunia seperti tersebut di atas diperlukan faktor: (1) SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh langkah pengendalian yang dilakukan. Antara elemen implementasi dengan potensi bahaya atau resiko yang ada dalam organisasi harus sejalan. SMK3 di susun dengan pendekatan risk based concept sehingga tidak salah arah (misguide). (2) SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam operasi satu-satunya cara untuk pengendalian risiko dalam organisasi. Semua program K3 atau kebijakan K3 yang diambil harus mengacu kepada SMK3 yang ada. Sebagai contoh, ketika organisasi akan melakukan proyek ekspansi fasilitas, maka dikembangkan program K3 untuk proyek yang tetap mengacu kepada SMK3 yang sudah ada. (3) SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang sudah dilakukan. Hal ini akan tercermin dalam penetapan objektif dan program kerja yang harus mengacu kepada potensi bahaya yang ada dalam organisasi. (4) SMK3 harus mengandung elemen-elemen implementasi yang berlandaskan siklus proses manajemen. (5) Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus memahami konsep dan implementasi SMK3. (6) Adanya dukungan dan komitmen manajemen puncak dan seluruh elemen dalam organisasi untuk mencapai kinerja K3 terbaik. (7) SMK3 harus integrasi dengan sistem manajemen lainnya yang ada dalam organisasi (Jurnal K3, 2011).
Untuk mencapai penerapan SMK3 kelas dunia seperti tersebut di atas diperlukan faktor: (1) SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh langkah pengendalian yang dilakukan. Antara elemen implementasi dengan potensi bahaya atau resiko yang ada dalam organisasi harus sejalan. SMK3 di susun dengan pendekatan risk based concept sehingga tidak salah arah (misguide). (2) SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam operasi satu-satunya cara untuk pengendalian risiko dalam organisasi. Semua program K3 atau kebijakan K3 yang diambil harus mengacu kepada SMK3 yang ada. Sebagai contoh, ketika organisasi akan melakukan proyek ekspansi fasilitas, maka dikembangkan program K3 untuk proyek yang tetap mengacu kepada SMK3 yang sudah ada. (3) SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang sudah dilakukan. Hal ini akan tercermin dalam penetapan objektif dan program kerja yang harus mengacu kepada potensi bahaya yang ada dalam organisasi. (4) SMK3 harus mengandung elemen-elemen implementasi yang berlandaskan siklus proses manajemen. (5) Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus memahami konsep dan implementasi SMK3. (6) Adanya dukungan dan komitmen manajemen puncak dan seluruh elemen dalam organisasi untuk mencapai kinerja K3 terbaik. (7) SMK3 harus integrasi dengan sistem manajemen lainnya yang ada dalam organisasi (Jurnal K3, 2011).
P2K3
P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yaitu
suatu lembaga kerjasama saling pengertian dan partisipasi antar pengusaha dan
tenaga kerja yang dibentuk dalam perusahaan untuk membantu melaksanakan dan
menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
SYARAT
PEMBENTUKAN P2K3
Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu, pengusaha atau
pengurus wajib membentuk P2K3. Kriteria yang dimaksud adalah (1) Tempat
kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih (2) Tempat
kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100 orang, akan
tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai resiko yang besar
akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
PROSEDUR
PEMBENTUKAN
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha
dan tenaga kerja yang susunannya terdiri atas Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua
P2K3 adalah pimpinan perusahaan atau salah satu pimpinan perusahaan yang
ditunjuk. Sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 atau Petugas K3 di perusahaan. Perusahaan
yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, jumlah anggota
sekurang-kurangnya 12 orang, terdiri dari 6 orang mewakili pengusaha/pimpinan
dan 6 orang mewakili pekerja.
Langkah pembentukan P2K3 terdiri dari tahap persiapan yang
meliputi penetapan dan menjalankan pokok-pokok kebijakan mengenai K3 secara
umum serta tujuannya. Kebijakan tentang K3 harus dituangkan secara tertulis
karena sangat penting bagi manajemen dan pihak-pihak terkait. Pimpinan
perusahaan menyusun daftar calon anggota P2K3 yang digariskan oleh unit
kerjanya masing-masing dan memutuskan diantara para calon tersebut yang akan
menjadi calon anggota P2K3. Setelah calon anggota P2K3 disusun, maka calon
anggota tersebut dikumpulkan dan diberi pengarahan singkat tentang kebijakan
pimpinan perusahaan dalam hal K3. Selama dalam tahap menyusun kebijakan tentang
K3 dan pengurus calon anggota P2K3, pimpinan perusahaan dapat melakukan
konsultasi dengan kantor Disnakertrans setempat untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk
teknis yang diperlukan dalam proses pembuatan P2K3 yang dianggap masih belum
jelas.
Tahap
pelaksanaan yaitu membentuk P2K3. Setelah perusahaan berhasil menyusun calon anggota P2K3 maka
dilanjutkan dengan pembentukan P2K3 secara resmi oleh pimpinan perusahaan dan kemudian
melaporkannya kepada Disnakertrans setempat, pimpinan perusahaan dapat
sekaligus mengajukan permohonan tertulis untuk mendapatkan pengesahan.
TUGAS DAN FUNGSI
P2K3
Permenaker
No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan
Kerja Pasal 4 (1) menyatakan bahwa “P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan
pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai
masalah K3”. selanjutnya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka P2K3
mempunyai fungsi: (1) Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja.
(2) Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja tentang berbagai
faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3, termasuk
bahaya kebakaran, peledakan serta cara penanggulangannya, faktor yang dapat
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja, alat pelindung diri bagi tenaga
kerja yang bersangkutan, cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan
pekerjaannya. (3) Membantu pengusaha atau pengurus dalam mengevaluasi cara
kerja, proses dan lingkungan kerja, menentukan tindakan koreksi dengan
alternatif terbaik, mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3, mengevaluasi
penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil
langkah-langkah yang diperlukan, mengembangkan penyuluhan dan penelitihan di
bidang keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomic, melaksanakan
pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanana di perusahaan, memeriksa
kelengkapan peralatan keselamatan kerja, mengembangkan pelayanan kesehatan
kerja, mengembangkan laboratorium K3, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan
interpretasi hasil pemeriksaan, menyelenggarakan administrasi keselamatan
kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja. (4) Membantu pimpinan perusahaan
menyusun kebijakan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan
keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga
kerja.
Agar
fungsi P2K3 tersebut dapat berjalan dengan efektif, maka tugas-tugas pengurus
harus diuraikan secara jelas dalam bentuk “Job
Discribtion” antara lain: (1) Ketua P2K3 mempunyai tugas memimpin semua
rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya untuk memimpin rapat pleno, menentukan
langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-program yang telah
digariskan organisasi, mempertanggung jawabkan pelaksanaan K3 di perusahaannya
kepada pemerintah melalui pimpinan perusahaan, mempertanggung jawabkan
program-program P2K3 dan pelaksanaannya kepada direksi perusahaan, memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di perusahaan. (2) Wakil Ketua
mempunyai tugas melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan
membantu pelaksanaan tugas ketua sehari-hari. (3) Tugas Sekretaris adalah membuat
undangan rapat dan membuat notulen rapat, memberikan bantuan atau saran-saran
yang diperlukan olek seksi-seksi untuk kelancaran program-program K3, membuat
laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang adanya potensi bahaya di
tempat kerja. (4) Tugas Anggota adalah melaksanakan program-program yang telah
ditetapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing, melaporkan kepada ketua
atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan.
KINERJA P2K3
Secara
efektif P2K3 dapat mengadakan pertemuan atau sidang rutin sekurang-kurangnya
adalah 3 bulan sekali. P2K3 mungkin dapat memutuskan untuk mengadakan pertemuan
lebih sering, dan di sebagian besar tempat kerja, P2K3 mengadakan pertemuan
setiap bulan agar mereka lebih mampu menangani isu-isu K3 di tempat kerja,
menyusun rencana, menerapkan dan memantau program-programnya secara efektif.
Suatu hal yang sangat penting adalah bagaimana selalu menjaga antusia dan
komitment seluruh pengurus dan anggota P2K3.
Pertemuan/sidang-sidang
secara reguler akan dapat membantu dan dengan menetapkan tanggal khusus
pertemuan (seperti; senin pertama atau sabtu pertama setiap bulan), sehingga
memudahkan seluruh anggota untuk mengingat dan menghadiri pertemuan serta dapat
menyesuaikan dengan aktivitas kerja lainnya. Namun demikian, pertemuan dapat
ditunda apabila sekurang-kurangnya separuh anggota menghendaki dengan berbagai
alasan dan kepentingan perusahaan.
Di
samping pertemuan/sidang rutin, P2K3 dapat mengadakan sidang khusus terutama
bila menghadapi hal-hal yang bersifat mendadak, seperti setelah terjadi
kecelakaan kerja atau kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh proses kerja.
Dalam sidang sebaiknya dibicarakan materi-materi yang menyangkut permasalah K3
di tempat kerja atau masalah-masalah lain yang relevan dengan peningkatan
kinerja K3.
EFEKTIFITAS KINERJA P2K3
Terdapat
banyak cara yang dapat dilakukan agar organisasi P2K3 dapat berjalan dan
berfungsi secara efektif antara lain: (1) Para perwakilan yang duduk dalam
organisasi P2K3 harus betul-betul mengerti tentang kondisi yang ada di dalam
tempat kerja. Hal ini dapat mengurangi kebingungan tentang prosedur kerja dan
pengaturan K3 di tempat kerja. (2) P2K3 memerlukan dukungan dari manajemen untuk dapat bekerja
secara efektif. (3) Panitia harus mengadakan pertemuan secara reguler.
Frekuensi pertemuan mungkin sebulan sekali, tiga bulan sekali atau tergantung
kebutuhan. (4) P2K3 harus mempunyai suatu kejelasan
tujuan yang dimengerti oleh seluruh anggotanya. (5) P2K3 harus mempunyai agenda yang tersusun untuk setiap
pertemuan, sehingga program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengana baik.
Setiap anggota P2K3 harus mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan
hal-hal yang diagendakan. (6) Suatu hal yang sangat
penting adalah bahwa salah satu senior manajer harus duduk di dalam
kepengurusan, sehingga setiap keputusan dapat segera diambil. (7) Efektivitas kerja P2K3 sangat ditentukan oleh kemampuan personel
yang terlatih baik dari sisi manajemen maupun dari sisi pekerja. Dengan
demikian, pemahaman tentang isu-isu K3 sangat vital dan dipahami oleh kedua
belah pihak. (8) Peran dari ahli K3 di dalam P2K3
adalah sebagai penasehat atau pemberi saran, sehingga harus berada pada posisi
yang netral, tetapi memberikan saran teknis dan informasi lainnnya yang
diperlukan untuk kepentingan organisasi. (9) Perwakilan
pekerja yang duduk didalam keanggotaan P2K3 harus dipilih oleh para pekerja dan
mencerminkan keberadaan berbagai serikat pekerja yang ada di tempat kerja.
(10) Kehadiran secara reguler oleh seluruh anggota P2K3
merupakan hal yang penting, dan tidak hanya untuk membangun hubungan di dalam
organisasi, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa anggota melihat K3 sebagai
suatu prioritas. Kehadiran secara reguler dari anggota juga dapat membantu
mengembangkan kerjasama didalam penyelesaian masalah-masalah K3 yang dihadapi.
LAPORAN KEGIATAN P2K3
Atas
operasioanal kegiatan P2K3, maka ketua P2K3 harus membuat dan menyampaikan
laporan secara reguler baik kepada pemerintah maupun kepada pimpinan perusahaan
yang bersangkutan. Laporan kegiatan P2K3 kepada pemerintah disampaiakan kepada
Kepala Dinas atau kepala Kantor yang membidangi ketenagakerjaan kabupaten atau
kota setempat dalam bentuk laporan triwulan dan ditembuskan kepada Kepala Dinas
Tenaga Kerja Propinsi dan Dewan K3 Propinsi. Sedangkan laporan kepada pimpinan
perusahaan yang bersangkutan dibuat dan disampaikan setiap setelah
diselenggarakan pertemuan baik pertemuan rutin maupun pertemuan khusus.
DAFTAR RUJUKAN
Jamaludin,
2012. Langkah tepat Implementasi
Sistem Manajemen K3 di
Perusahaan,
(Online), (http://budayak3.wordpress.com/2011/05/05/langkah-tepat-implementasi-sistem-manajemen-k3-di-perusahaan/), diakses
16 Nopember 2012.
Kepmenaker No 155/Men/1984 tentang Tugas,Fungsi, dan
Mekanisme Kerja
P2K3
dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Permenaker No 04/1987 tentang P2K3 dan serta Tata Cara
Penunjukkan Ahli K3.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per. 05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(http://purba-officer.blogspot.com/2011/10/p2k3.html),
diakses 16 Nopember 2012.
Undang-Undang
Dasar RI 1945 Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Mengenai
Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2912)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918).
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
sl.blogspot.com/2012/07/pengertian-dan-fungsi-p2k3.html),
diakses 16 Nopember 2012.
Wahyudin,
A., 2012. Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja –
P2K3,
(Online), (http://abunajmu.wordpress.com/2012/02/15/panitia-pembina-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-p2k3/),
diakses 16 Nopember 2012.
______, 2011. Dasar Hukum Penerapan SMK3, Jurnal K3, (Online),
______, 2011. Bagaimana Cara Perencanaan SMK3, Jurnal K3, (Online),
(http://jurnalk3.com/bagaimana-cara-perencanaan-smk3.html),
diakses 17 Nopember 2012.
______, 2011. Bagaimana Penerapan SMK3 di Dunia Kerja
Part 1, Jurnal K3,
(Online), (http://jurnalk3.com/bagaimana-penerapan-smk3-di-dunia-kerja-part-1.html), diakses 17 Nopember 2012.
______, 2011. Bagaimana Penerapan SMK3 di Dunia Kerja
Part 2, Jurnal K3,
(Online), (http://jurnalk3.com/bagaimana-penerapan-smk3-di-dunia-kerja-part-2.html), diakses 17 Nopember 2012.
______, 2011. Cara Mengevaluasi SMK3, Jurnal K3, (Online),
(http://jurnalk3.com/cara-mengevaluasi-smk3.html),
diakses 17 Nopember 2012.
______, 2011. Penerapan SMK3 Bagian 3, Jurnal K3, (Online),
(http://jurnalk3.com/penerapan-smk3-bagian-3.html),
diakses 17 Nopember 2012.
______, 2011. Tujuan SMK3, Jurnal K3, (Online), (http://jurnalk3.com/tujuan-
smk3-2.html), diakses 17 Nopember
2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar